Followers

Friday, May 6, 2011

(6) Kedudukan Wanita di dalam Islam


  Islam sangat menghormati wanita. Baik sebagai seorang ibu,seorangisteri, atau pun seorang anak. Bahkan juga sebagai seorang kawan dan anggota masyarakat pada umumnya.
Perintah untuk menghormati para wanita tersebar di mana-mana. Di dalam Al-Qur’an dalam bentuk firman-firman Allah, di hadits-hadits Rasulullah saw,atau pun di berbagai perilaku yang dicontohkanoleh para sahabat nabi. Islam adalah agama yang sangat menghormati wanita.
Suatu ketika, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: wahai rasul, siapakah orang yang harus saya hormati di dunia Maka Rasulullah menjawab: ibumu. Setelah itu siapa lagi ya Rasul? Rasulullahmenjawab lagi: ibumu. Setelah itu siapa? Dijawab lagi: ibumu.Dansetelah itu siapa? Barulah Rasulullah menjawab: bapamu.
Hadits ini sungguh luar biasa. Di tengah-tengah periakuan biadab masyarakat lelaki terhadap perempuan seperti yang kita bahas sebelum ini, Rasulullah justeru memberikan jawaban di atas. Bahwa orang yang harus paling kita muliakan dan kita hormati adalah seorang wanita: ibu kita. Kalau pertanyaan seperti itu ditujukan kepada masyarakat Arab pada waktu itu, pasti jawabnya terbalik 180 derajat. Bahawa orang yang harus dimuliakan dan dihormati adalah ayah. Sama sekali bukanibu. Karena seorang lelaki adalah kebanggaan keluarga. Pelindung keluarga. Penafkah keluarga. Dan pahlawan keluarga. Tetapi Islam menyebut ibu. Yang karena dialah kita ada. Tidak mungkin seorang diri, lelaki bisa memiliki anak. Akan tetapi, bagi seorang wanita, ia bisa memiliki anak meskipun tanpa ayah. Ini dibuktikan dan diabadikan oleh Allah dengan lahirnya Isa ibn Maryam.Yang dalam ilmu kedokteran disebut sebagai kelahiran parthenogenesis. Kelahiran bayi dari seorang ibu tanpa lewat proses perkawinandengan seorang ayah. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri banyak yang memberikan dorongan kepada kita untuk menghormati orang tua, khususnya ibu. Ketika bercerita tentang ibu Allah memberikan stressing bahwa beliau telah bersusah payah mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik kita sampai dewasa. Karena itu, sungguh tidak tahu diri jika kita mengabaikannya begitu saja. QS. Al Ahqaaf (46): 15 Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuatamal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yangberserah diri". Agar kita bisa menghargai orang tua, maka Allah mengingatkan kepada kita bahawa suatu saat kita pun akan menjadi orang tua seperti mereka.Kalau kita tidak bisa menghargai dan menghormati orang tua, maka anak-anak kita pun tidak akan menghargai kita, saat kita sudah tua renta kelak. Sungguh menyakitkan...! Ya, anak-anak kita bakal memperlakukan kita seperti mereka melihat kita memperlakukan orang tua kita. QS. Al Israa' (17): 23 Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Mana ada ajaran sedetil ini tentang perlakuan anak kepada orang tua yang dimuat di kitab-kitab selain Qur'an. Begitu jelas dan gamblang Allah membela kaum wanita, dalam hal ini ibu kita. Jangan hanya melihatnya sekarang, ketika penghargaan kepada wanita sudah jauh berbeda dengan jaman itu. Cobalah lihat perjuangan Islam ini dalam rentang waktu yang panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dan peradaban ketika Islam ‘terlahir’ ke muka Bumi. Maka, kita akan memperoleh kesimpulan yang sangat mengesankan tentang peranan Islam dalam mengangkat martabat kaum ibu. Bukan hanya kepada ibu, Islam juga memberikan contoh kepada kita agar memperlakukan anak-anak perempuan kita dengan baik dan penuh kasih sayang. Jangan seperti jaman Jahiliyah dimana seorang ayah tega mengubur anak perempuannya hidup-hidup. Rasulullah saw adalah contoh konkret bagaimana seorang ayah bersikap kepada anak perempuannya. Suatu ketika, Fatimah datang ke rumah nabi. Ketika itu Fatimah sudah berkeluarga dengan Ali bin Abi Thalib. Waktu itu, Rasul saw sedang berbincang-bincang dengan para sahabat di rumah beliau. Mendengar anaknya datang, Rasulullah minta ijin kepada para tamunya untuk menyongsong puterinya ke luar pintu. Dirangkulnya Fatimah dan dicium pipinya penuh kasih sayang. Lantas dibimbing masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah ia didudukkan di kursi dimana Rasulullah sering mendudukinya. Dan kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan lebih jauh. Dari adegan itu saja kita tahu, betapa sayangnya Rasulullah kepada puterinya. Bukan cuma sayang, tetapi menghargai. Seorang ayah keluar rumah untuk menyambut kedatangan puterinya, sambil meninggalkan tamu-tamunya. Bisa anda bayangkan betapa besar penghargaan beliau kepada sang anak. Bahkan ketika berbicara dengan puterinya itu, Fatimah didudukkan di kursi yang biasa beliau duduki. Sementara beliau mengambil posisi rileks tanpa kursi... Di kisah yang lain, Rasulullah pernah berdialog dengan seorang bernama Agra' ibn Habis. Ketika itu Agra' melihat nabi menggendong cucunya, Hasan ibn Ali sambil menciuminya penuh kasih sayang. Si Agra lantas berkata kepada nabi, bahwa ia memiliki sepuluh orang anak, akan tetapi tidak pernah mencium mereka sekali pun. Maka Rasulullah memandanginya beberapa saat, lantas berkata: "orang yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi..." Ya, begitulah. Rasulullah ingin mengajarkan cinta dan kasih sayang dalam pergaulan kita. Kepada siapa saja. Apalagi kepada istri, anak, dan cucu kita. Rasulullah mengatakan bahwa orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. Di kali lain Rasulullah mengatakan bahwa orang yang paling baik akhlaknya itu adalah orang yang bersikap baik kepada keluarganya dan kepada istrinya... Selain itu, wanita juga memperoleh perlindungan dalam hal harta benda, ketika berumah tangga. Seorang suami diwajibkan untuk menafkahi istri dan anak-anak. Karena itu dalam harta suami, ada hak istri. Akan tetapi, dalam harta istri tidak terdapat hak suami. Sebagai contoh, adalah istri yang bekerja. Maka seluruh penghasilan yang diperolehnya sepenuhnya adalah milik si istri. Kecuali ia merelakannya. Maka tidak apa-apa si suami ikut menikmatinya. Apalagi jika si istri merasa, bahwa dia bekerja itu kan juga atas ijin suami. Namun demikian, secara hukum, Allah mengatur kewajiban menafkahi itu ada di pundak suami. Jadi, lagi-lagi Islam memberikan perlindungan kepada wanita dalam kehidupan berumah tangga. QS. An Nisaa' (4): 4 Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka ambillah pemberian itu, dengan senang hati lagi baik akibatnya. Selain dalam rumah tangga dan keluarga, Islam juga mengangkat martabat wanita dalam kehidupan sosial politik. Kita seringkali salah persepsi, memperlakukan wanita dalam hal ini. Padahal perbedaan derajat antara lelaki dan perempuan itu adalah dalam urusan rumah tangga. Bukan dalam kegiatan kemasyarakatan. Dalam kehidupan rumah tangga, Al-Qur’an memang menyebut lelaki memiliki kelebihan derajat satu tingkat. Namun ini dikarenakan si suami adalah penanggungjawab sekaligus pemberi nafkah keluarga. QS. An Nisaa' (4): 34 Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS. Al Baqarah (2): 228 Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Ayat-ayat di atas seringkali dipakai sebagai landasan umum untuk menegaskan bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita. Di semua bidang kehidupan. Padahal, kalau kita cermati, ayat-ayat tersebut berbicara dalam konteks rumah tangga. Bukan konteks sosial kemasyarakatan. Memang di awalnya, Allah mengatakan bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita. Akan tetapi coba baca terus ayat itu, Allah memberikan alasan bahwa hal itu dikarenakan secara fitrah lelaki memiliki satu kelebihan (sebagaimana telah kita bahas di depan), sekaligus karena ia menafkahi keluarganya. Penjelasan itu semakin gamblang kalau kita membaca kalimat-kalimat selanjutnya dalam ayat yang sama, bahwa ayat ini membahas interaksi antara suami dan istri dalam sebuah rumah tangga. Demikian pula ayat selanjutnya, di bawahnya. Allah menegaskan, perempuan memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya, meskipun sang suami memiliki tingkatan satu derajat lebih tinggi, sebagai pemimpin rumah tangga. Dalam konteks interaksi sosial, Allah menempatkan laki-laki dan wanita secara seimbang. Kedua-duanya adalah sama di hadapan Allah. Yang membedakan hanyalah keimanan, ketakwaan, dan amal kebajikannya. Tak peduli dia laki-laki atau perempuan, kalau dia beriman, bertakwa dan banyak berbuat amal kebajikan, maka ia adalah hamba Allah yang tinggi derajatnya. Dan jika sebaliknya, ia adalah rendah di hadapanNya. QS. Al Hujuraat (49): 13 Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. QS. Al Bayyinah (98): 7 Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Dua ayat di atas memberikan gambaran itu. Bahwa semua manusia adalah sama, meskipun beda suku, bangsa, jenis kelamin, kekayaan, dan sebagainya. Yang membedakannya di hadapan Allah hanyalah kualitas takwanya. Di ayat berikutnya, Allah menjelaskan lagi bahwa orang yang paling baik itu adalah orang yang beriman dan banyak berbuat kebajikan. Tapi, apakah yang dimaksud dengan iman, kebajikan dan takwa itu? Agar kita memiliki persepsi yang sama, maka Allah pun menjelaskan tentang hal ini di berbagai ayat. Di antaranya adalah berikut ini. QS. Al Baciarah (2): 177 Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, menegakkan shalat (dalam perilakunya) dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Sungguh luar biasa ayat di atas. Dengan membacanya kita jadi paham, bahwa iman dan takwa itu bukan cuma ritual menghadap ke barat atau ke timur saja, akan tetapi benar-benar perbuatan nyata dan membawa manfaat. Sangat erat kaitannya dengan berbuat kebajikan, kesabaran, menolong orang dengan harta, menepati janji dan sebagainya. Yang demikian ini bukan hanya berlaku bagi laki-laki. Tapi bagi semua manusia. Laki-laki maupun perempuan. Dan ini adalah ruang lingkup ibadah kita. Setiap muslim. Laki-laki maupun perempuan. Siapa saja yang benar imannya, benar takwanya, dan banyak berbuat manfaat untuk sekitarnya, dialah yang terbaik. Untuk lebih jelasnya, Allah mendetilkan lagi dalam berbagai ayat. Di antaranya adalah ayat berikut ini. QS. Al Ahzab (33): 35 Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. QS. Ali Imran (3): 195 Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." Sebaliknya orang-orang yang berbuat jahat - laki-laki maupun perempuan - juga akan memperoleh hukuman yang adil. QS. Al Maa’idah (5): 38 Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka, kita harus proporsional dalam memahami persoalan gender ini. Jangan terlalu berlebihan untuk menyamakan wanita dengan lelaki. Tetapi juga jangan berlebihan merendahkan martabatnya. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya, sesuai dengan fitrah yang mengiringinya. Bergantung di mana mereka berkiprah dalam kehidupannya

kredit to: daarut-taihiid
Nota Baca: Selalu saja kita membaca di akhbar-akhbar wanita menjadi mangsa keadaanapabila lelaki yang sepatutnya melindungi para wanita sebaliknya mengkhianati anugerah yang Allah turunkan dari tuluk rusuk kiri kita. Kes dera,cabul,zina,khalwat, rogol, anak luar nikah, manipulasi wanita di dalam perniagaan.
Nota Fikir: Sampai bila kita hendak terus bergelumang di dalam zaman jahilliah    moden ini? Kita sebenarnya lebih teruk dari orang-orang yang di zaman jahilliah dari segi moral. Bukan semua, tapi sebahagian dari masyarakat kita. selagi agama tidak dijadikan sebagai ad-din (cara hidup) iaitu cara hidup secara Islam. Selagi itulah kita terus bergelumang dengan pelbagai maksiat dan gejala sosial yang asasnya sangat mudah untuk kita tangani. HORMATI WANITA dengan MENJAGA KEHORMATAN MEREKA.
Nota Kesimpulan: Apa kata kita gabungkan semua kempen-kempen yang ada seperti kempen say no to couple, Kempen Tangisan Jiwa @ say no to pembuangan bayi, Kempen cegah maksiat di bawah satu trademark yang baru iaitu dengan HORMATI WANITA.

No comments: